:: SQ :2-Ayat 14 ::

14.gif (1801 bytes)

"Dan jika mereka bertemu dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata: kami beriman. Dan jika mereka berkumpul dengan setan-setan mereka, mereka berkata: kami bersama kalian, karena kami hanya bermaksud mengejek (orang-orang yang beriman)."


Diantara tanda-tanda lain kemunafikan ialah bahwa seorang Munafik tidak memiliki satu kepribadian dan identitas yang mandiri serta kokoh kuat. Di lingkungan mana pun dia akan menyesuaikan diri dengan warna lingkungan tersebut. Ketika ia berada di kalangan orang-orang Mukmin maka ia menunjukkan keimanan dan kebersamaan. Dan ketika ia berada di
kalangan musuh-musuh agama dan umat serta pemimpin Islam, maka ia pun akan bersatu suara dengan mereka dan berbicara tentang hal-hal yang anti orang-orang beriman. Untuk menarik perhatian mereka ia pun mentertawakan serta melecehkan Mukminin.

Ayat-ayat ini juga memperingatkan kita agar jangan sampai kita tertipu oleh sikap lahir seseorang, dan siapa pun mengaku sebagai orang yang beriman, janganlah
kita menerimanya begitu saja dan memperlakukannya sebagai seorang mukmim. Tetapi hendaknya kita lihat terlebih dahulu dengan siapa ia bergaul dan siapa teman-teman dekatnya. Adalah hal yang tak dapat diterima, bahwa seseorang beriman, tetapi ia juga bersahabat baik dengan musuh-musuh agama dan pemimpin. Iman tak dapat bercampur dengan sikap bersahabat dan berdamai dengan musuh-musuh agama.

Kini kita lihat sekilas pelajaran-pelajaran yang dapat diambil dari ayat ini:

1) Setan, tidak terbatas pada setan yang merupakan makhluk halus. Manusia-manusia pun yang menjadi penyebab tersesatnya orang lain dapat disebut sebagai setan. Untuk itu kita harus menjauhkan diri dari manusia-manusia seperti itu.

2) Rencana-rencana rahasia, pembentukan pertemuan-pertemuan secara sembunyi-sembunyi anti pemerintahan Islam, menunjukkan tad adanya keberanian menyatakan akidah dan keyakinan. Munafikin yang selalu menghina dan melecehkan ahli iman, adalah orang-orang pengecut dan tak memiliki mental yang lurus.

3) Munafikin adalah kaki tangan musuh-musuh di dalam masyarakat, dan seiring dengan kemauan-kemauan mereka. Di depan musuh-musuh, mereka mengatakan: Inna ma'akum, sesungguhnya kami bersama kalian, bukan bersama orang-orang Mukmin.

:: Ayat 13 ::

"Jika dikatakan kepada mereka: berimanlah sebagaimana orang-orang itu beriman, mereka mengatakan: "Apakah kami akan beriman sebagaimana orang-orang bodoh itu beriman?" Ketahuilah bahwa sesungguhnya merekalah yang bodoh, namun mereka tak menyadari".

Diantara tanda-tanda dan bukti-bukti nifak, ialah takabbur dan merasa diri sendiri sebagai orang yang paling baik dan menganggap orang lain hina. Mereka merasa diri sendiri sebagai orang yang berakal, pandai dan cerdas, sementara orang-orang yang beriman mereka anggap sebagai orang-orang yang bodoh, dungu dan berpikiran sederhana. Oleh karena itu, ketika dikatakan kepada mereka: apa sebab kalian memisahkan diri dari barisan dan kelompok masyarakat serta tidak beriman sebagaimana mereka? dalam menjawab, mereka mengecap rakyat yang selalu turut berjuang dan membela agama serta pemimpin-pemimpin mereka baik di masa senang maupun di masa susah, sebagai orang-orang yang bodoh, sedangkan sikap mendua dan kemunafikan mereka, mereka anggap sebagai kecerdasan dan kepandaian.

Dalam menjawab pernyataan mereka itu, Al-Quran mengatakan: "Kalian yang menganggap mukminin sebagai orang-orang yang bodoh, justru merupakan orang-orang bodoh yang sesungguhnya. Akan tetapi repotnya ialah ketika kalian tidak menyadari kebodohan kalian sendiri. Sedangkan hal yang lebih buruk dari kebodohan ialah ketidak sadaran akan kebodohan kalian sendiri; yang membuat seseorang merasa memahami segala sesuatu, sedangkan orang lain disangkanya bodoh semua. Dari ayat di atas beberapa poin berikut ini dapat kita ambil sebagai pelajaran:

1) Penghinaan terhadap orang-orang beriman, merupakan bagian dari
watak orang-orang munafikin yang menganggap diri mereka lebih tinggi
dan lebih baik dari pada orang lain.

2) Terhadap seorang mutakabbir, kita harus bersikap sebagaimana sikap
si mutakbbir itu sendiri. Seseorang yang memandang hina kepada
orang-orang yang beriman juga harus dipandang hina di dalam
masyarakat, agar ia menyadari kesombongan dan keangkuhannya, lalu
meninggalkan sifat tersebut.

3) Sikap menghina dan mengejek adalah perbuatan orang bodoh. Karena
orang yang pandai berbicara berdasarkan logika. Sedangkan orang
bodoh, berbicara dan bersikap dengan menghina dan meremehkan orang
lain.

4) Allah SWT akan menghinakan munafikin di dunia ini dan membuka
kedok mereka yang buruk di hadapan masyarakat umum.

:: Ayat 11 - 12 ::

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لاَ تُفْسِدُواْ فِي الأَرْضِ قَالُواْ إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ (11)


أَلا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَـكِن لاَّ يَشْعُرُون َ(11)َ



Artinya: "Dan jika dikatakan kepada mereka, janganlah kalian

membuat kerusakan di bumi, mereka berkata kami adalah orang-orang pembuat kebaikan. Ketahuilah bahwa mereka itu adalah para pembuat kerusakan, namun mereka tidak merasa".


Nifaq adalah penyakit menular yang jika tidak dicegah, akan cepat menjalar menjangkiti orang banyak di dalam masyarakat. Sehingga penyakit-penyakit seperti sikap suka menjilat, tipu menipu, riya atau pamer, kepura-puraan, sikap mendua dan lain sebagainya, akan menyeret masyarakat ke arah kehancuran. Oleh karena munafik itu sendiri bukan orang yang taat melaksanakan perintah-perintah agama, ia pun selalu menginginkan agar orang lain pun berbuat hal yang sama.

Oleh sebab itu ia selalu melecehkan, merendahkan dan mempermainkan perintah-perintah Allah dan mentertawakan orang-orang yang taat menjalankan kewajiban-kewajiban agama mereka. Al-Quranul Karim menjelaskan berbagai contoh perbuatan orang-orang munafikin ini di dalam Surah-surah At-Taubah dan Munafikin. Disebutkan bahwa mereka lari dari medan jihad menghadapi musuh-musuh Islam, sehingga mengakibatkan kelemahan mental para pejuang. Atau ketika mereka mengeluarkan sedekah dan bantuan-bantuan keuangan, mereka melakukannya disertai dengan sikap menghina kepada orang-orang mukmin.

Memang, nifaq merupakan sumber segala kerusakan di dalam masyarakat. Bahkan munafik yang sudah buta sehingga tidak dapat lagi melihat hakekat-hakekat, menganggap kerusakan dirinya sebagai kebaikan. Karena menurut pandangannya, hal-hal seperti berdamai dengan musuh dan menghindari pertumpahan darah, merupakan kebaikan bagi masyarakat. Oleh karena itu peperangan harus dihindari dan akibat-akibatnya harus dicegah, meskipun pada kenyataannya hal itu justru akan mengakibatkan lemahnya agama dan orang-orang yang beriman.

Adapun poin-poin penting yang dapat kita ambil sebagai pelajaran dari ayat ini ialah:

1) Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh penyakit nifaq tidak bersifat pribadi.
Karena ia akan mencakup seluruh anggota masyarakat.

2) Diantara tanda-tanda nifaq, ialah sifat suka menganggap diri sendiri baik
dan lebih terhormat dari pada orang lain. Mereka mengatakan: hanya
kamilah orang-orang baik dan suka berbuat kebaikan, orang lain tidak.

3) Jika nifaq sudah tertanam kuat di dalam hati seseorang, maka ia sudah
tak akan lagi mampu berpikir dan berperasaan dengan baik dan benar, lalu
ia tak lagi bersedia mendengarkan dan melihat hakekat-hakekat.

4) Orang-orang mukmin harus mengenali dan mengetahui slogan-slogan
indah namun kosong yang biasa diucapkan oleh munafikin, agar terhindar
dari tipu daya mereka.

5) Kecerdikan dan kepandaian yang tidak membawa kemaslahatan bagi
masyarakat adalah ketidak pedulian dan kebodohan.

:: Ayat 11 - 12 ::

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لاَ تُفْسِدُواْ فِي الأَرْضِ قَالُواْ إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ (11)


أَلا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَـكِن لاَّ يَشْعُرُون َ(11)َ

Artinya: "Dan jika dikatakan kepada mereka, janganlah kalian membuat kerusakan di bumi, mereka berkata kami adalah orang-orang pembuat kebaikan. Ketahuilah bahwa mereka itu adalah para pembuat kerusakan, namun mereka tidak merasa".


Nifaq adalah penyakit menular yang jika tidak dicegah, akan cepat menjalar menjangkiti orang banyak di dalam masyarakat. Sehingga penyakit-penyakit seperti sikap suka menjilat, tipu menipu, riya atau pamer, kepura-puraan, sikap mendua dan lain sebagainya, akan menyeret masyarakat ke arah kehancuran. Oleh karena munafik itu sendiri bukan orang yang taat melaksanakan perintah-perintah agama, ia pun selalu menginginkan agar orang lain pun berbuat hal yang sama.

Oleh sebab itu ia selalu melecehkan, merendahkan dan mempermainkan perintah-perintah Allah dan mentertawakan orang-orang yang taat menjalankan kewajiban-kewajiban agama mereka. Al-Quranul Karim menjelaskan berbagai contoh perbuatan orang-orang munafikin ini di dalam Surah-surah At-Taubah dan Munafikin. Disebutkan bahwa mereka lari dari medan jihad menghadapi musuh-musuh Islam, sehingga mengakibatkan kelemahan mental para pejuang. Atau ketika mereka mengeluarkan sedekah dan bantuan-bantuan keuangan, mereka melakukannya disertai dengan sikap menghina kepada orang-orang mukmin.

Memang, nifaq merupakan sumber segala kerusakan di dalam masyarakat. Bahkan munafik yang sudah buta sehingga tidak dapat lagi melihat hakekat-hakekat, menganggap kerusakan dirinya sebagai kebaikan. Karena menurut pandangannya, hal-hal seperti berdamai dengan musuh dan menghindari pertumpahan darah, merupakan kebaikan bagi masyarakat. Oleh karena itu peperangan harus dihindari dan akibat-akibatnya harus dicegah, meskipun pada kenyataannya hal itu justru akan mengakibatkan lemahnya agama dan orang-orang yang beriman.

Adapun poin-poin penting yang dapat kita ambil sebagai pelajaran dari ayat ini ialah:

1) Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh penyakit nifaq tidak bersifat pribadi.
Karena ia akan mencakup seluruh anggota masyarakat.

2) Diantara tanda-tanda nifaq, ialah sifat suka menganggap diri sendiri baik
dan lebih terhormat dari pada orang lain. Mereka mengatakan: hanya
kamilah orang-orang baik dan suka berbuat kebaikan, orang lain tidak.

3) Jika nifaq sudah tertanam kuat di dalam hati seseorang, maka ia sudah
tak akan lagi mampu berpikir dan berperasaan dengan baik dan benar, lalu
ia tak lagi bersedia mendengarkan dan melihat hakekat-hakekat.

4) Orang-orang mukmin harus mengenali dan mengetahui slogan-slogan
indah namun kosong yang biasa diucapkan oleh munafikin, agar terhindar
dari tipu daya mereka.

5) Kecerdikan dan kepandaian yang tidak membawa kemaslahatan bagi
masyarakat adalah ketidak pedulian dan kebodohan.

:: Ayat 10 ::

10.gif (1527 bytes)

"Di dalam hati mereka terdapat penyakit, lalu Allah menambah mereka dengan penyakit, dan mereka akan menerima azab yang pedih, karena sebelum ini mereka selalu berbohong".


Menurut Al-Quran, jiwa manusia, sama sebagaimana tubuhnya, kadang-kadang terkena penyakit, yang jika tidak diobati akan semakin parah dan terus berkembang sampai suatu saat, kemanusiaan orang itu pun akan musnah pula. Kemunafikan atau nifaq adalah penyakit jiwa yang paling berbahaya yang mengancam jiwa dan hati kita semua. Manusia yang sehat tidak memiliki lebih dari satu wajah, sementara antara lahir dan batinnya terdapat keserasian yang baik dan sempurna. Lidahnya mengatakan hal-hal yang ada di dalam hatinya, dan tingkah lakunya sesuai dengan pikiran-pikirannya. Tetapi jika tidak demikian, maka jiwa telah menjadi sakit dan terkena penyimpangan.

Penyakit nifaq mempersiapkan lahan yang subur bagi penyakit-penyakit jiwa lain, seperti kikir, dengki dan tamak. Dan bagaikan akar-akar penyakit kanker ia akan semakin menghujam di hati dan jiwa si munafik. Al-Quran menyebut sumber utama yang menumbuhkan penyakit nifaq ini ialah watak suka berbohong dan akan berkembang terus bersamanya. Tentu saja bohong tidak terbatas hanya pada lidah.

Suatu perbuatan pun, yang dilakukan tidak sesuai dengan akidah seseorang (dengan tujuan dan niat jahat kepada pihak lain) juga merupakan kebohongan perbuatan. Bangkai binatang yang terjatuh ke dalam air, lalu menebarkan bau tak sedap, setiap kali hujan menyiraminya, bukannya hujan tersebut menghapus polusi yang ditimbulkan oleh bangkai tersebut, tapi hujan itu justru semakin menyebarkannya.

Nifaq bagaikan bangkai, yang jika bersemayam di dalam hati manusia, setiap petunjuk yang datang dari Allah SWT, meskipun berupa rahmat, namun bukannya menerima petunjuk tersebut, seorang Munafik hanya menunjukkan kepura-puraan dan riya', sementara penyakit nifaqnya semakin parah. Nifaq memiliki makna yang luas yang mencakup segala sikap mendua diantara perkataan dan perbuatan, lahir dan batin. Makna seperti ini kadang kala juga muncul dari seorang Mukmin; seperti riya' dan sikap pamer dalam melaksanakan ibadat. Artinya, ia melakukan ibadah dan perbuatan-perbuatan baik lainnya adalah karena selain Allah. Maka yang demikian ini pun termasuk sejenis nifaq.

Rasulullah SAWW bersabda: "Tiga sifat jika salah satunya terdapat pada seseorang maka ia adalah seorang Munafik, meskipun ia berpuasa, melakukan salat dan menganggap dirinya sebagai seorang Muslim. Tiga sifat tersebut ialah khianat dalam memegang amanat, dusta ketika berbicara dan ingkar janji".

Berikut ini beberapa poin yang dapat kita ambil sebagai pelajaran dari ayat
yang telah kita pelajari di atas:

1) Nifaq adalah penyakit jiwa. Dan Munafik bagai seorang yang sakit,
tidak sehat dan tidak pula mati. Bukan Mukmin bukan pula Kafir secara
nyata.

2) Nifaq berkembang bagaikan penyakit kanker, yang jika tidak segera
diobati akan menguasai seluruh wujud manusia dan sifat-sifat
kemanusiaannya.

3) Sumber penyakit nifaq, ialah sifat dusta, dan berdusta adalah perbuatan
yang biasa dilakukan oleh orang Munafi
k.

:: Ayat 9 ::

"Mereka berusaha menipu Allah dan orang-orang yang beriman. Tetapi mereka tidak menipu siapa pun kecuali diri mereka sendiri. Sedangkan mereka tidak merasa."


Munafikin mengira bahwa mereka adalah orang-orang yang cerdik dan pandai; dan merasa bahwa dengan menunjukkan keimanan, mereka akan menipu Tuhan orang-orang Mukmin, serta memperoleh perlakuan dan hak-hak yang sama sebagai Muslimin yang lain. Mereka berusaha menipu Nabi dan orang-orang beriman, sampai jika datang saat yang tepat mereka pun akan melancarkan serangan mereka terhadap Islam. Akan tetapi Allah SWT mengetahui kekufuran batin mereka dan mengenali hipokritas atau sikap mendua mereka. Lalu Allah SWT mengungkapkan apa yang tersembunyi di dalam hati mereka dan membuka kedok mereka yang buruk untuk orang-orang yang beriman. Pasien yang datang untuk berobat kepada dokter, lalu dokter tersebut memberikan perintah-perintah atau resep obat yang mesti dimakan olehnya, namun ia tidak mentaati dan berbohong kepada dokter dengan mengatakan bahwa obat-obat yang diberikan sudah ia makan; maka si pasien menyangka bahwa ia telah menipu si dokter. Padahal ia hanya menipu dan menimpakan kerugian pada dirinya sendiri. Karena sesungguhnya akibatburuk kebohongannya itu hanya akan menimpa dirinya sendiri. Jadi orang yang terkena penyakit nifaq ini, menyangka telah menipu Allah dan orang-orang beriman. Sedangkan sesungguhnya ia tidak menipu siapa pun kecuali dirinya sendiri. Pendengar sekalian yang terhormat. Berikut ini beberapa poin yang merupakan pelajaran yang dapat kita ambil dari ayat di atas:

1) Munafik adalah penipu, Kita harus berhati-hati jangan sampai termakan oleh sikap-sikap lahir para penipu ini.

2) Kita sendiri jangan sekali-sekali menipu orang lain. Dan mesti kita sadari bahwa seorang yang menggali lubang, maka ia sendiri yang akan terperosok ke dalam lubang itu.

3) Sikap Islam terhadap Munafik, sama sebagaimana sikap Munafik itu sendiri terhadap Islam. Secara lahir ia menyatakan sebagai Muslim. Maka Islam pun secara lahir memperlakukannya sebagai seorang Muslim. Munafik tidak memiliki iman di dalam hatinya. Allah pun, di hari kiamat, akan menimpakan azab kepadanya sama sebagaimana kepada orang-orang Kafir.

4) Munafik menganggap dirinya sebagai orang yang cerdik dan pandai. Padahal ia tidak tahu bahwa diseberangnya adalah Allah SWT yang Maha Mengetahui segala rahasia dan perasaan hati semua manusia.

:: Ayat 8 ::


"Diantara orang-orang itu, ada yang mengatakan: "kami beriman kepada Allah dan hari akhir.' padahal mereka bukan orang-orang yang beriman."

Al-Quran yang merupakan Kitab hidayah, menjelaskan kepada kita sifat-sifat orang-orang Mukmin, Kafir dan Munafik, supaya kita dapat mengenali diri kita sendiri, bahwa kita ini termasuk golongan yang mana; juga untuk mengenali orang lain sehingga kita dapat menentukan sikap yang sesuai dengan seluruh anggota masyarakat.

Sejak awal Surah Al-Baqarah hingga ayat 8, 4 ayat berbicara tentang orang-orang Mukmin, dua ayat tentang orang-orang Kafir, sedangkan ayat ke 8 ini dan seterusnya, berjumlah 13 ayat, memaparkan tentang manusia-manusia yang masuk ke dalam kelompok ke 3, yaitu orang-orang yang tidak memiliki sinar cahaya seperti yang dimiliki oleh kelompok pertama, tidak pula memiliki keberanian dan keterusterangan yang dimiliki oleh kelompok ke dua. Mereka tidak mempunyai iman di dalam hati, sementara lidah
mereka tidak pula menyatakan kufur. Mereka itu adalah Munafikin penakut, yang sesungguhnya berhati Kafir tetapi mengaku beriman secara lahir.

Setelah Rasul Allah SAWW berhijrah dari Makkah ke Madinah, dan Musyrikin mengalami kekalahan berat dalam perang menghadapi Muslimin, sebagian rakyat Makkah dan Madinah, meskipun hati mereka tak pernah menerima Islam, namun demi menyelamatkan jiwa dan harta mereka, atau demi mencapai posisi dan kedudukan di antara Muslimin, mereka mengakui secara lahir sebagai Muslim, dan memoles diri dengan warna yang sama sebagaimana Muslimin lain. Jelas sekali bahwa orang-orang seperti ini adalah pengecut yang tidak memiliki harga diri dan keterusterangan, sebagaimana orang-orang Kafir lain yang menyatakan kekufuran mereka secara terang-terangan, sehingga barisan mereka terpisah dari orang-orang yang benar-benar beriman.

Bagaimanapun, hipokritas, hati bercabang, dan bermuka dua, adalah fenomena yang selalu dihadapi oleh setiap revolusi dan perubahan-perubahan sosial. Dan jangan sekali-kali mengira bahwa semua orang yang menunjukkan keimanan dan kesetiaan serta kebersamaan, lalu hatinya pun memiliki konsistensi yang sama. Betapa banyak orang-orang yang pada lahirnya sangat Islami, namun di dalam hati, sangat memusuhi Islam.

Pelajaran yang dapat kita ambil dari ayat ini ialah:. Iman adalah perkara hati, bukan lidah. Oleh sebab itu untuk mengenali orang-orang tertentu, kita tidak boleh mencukupkan dengan pernyataan-pernyataan lahir mereka.

:: Ayat 7 ::


7.gif (1631 bytes)

"Allah menutup hati mereka dan pendengaran mereka, sedangkan di mata mereka terdapat tabir yang menutupi, dan bagi mereka azab yang besar".


Orang-orang kafir memiliki akal, mata dan telinga, tapi perkataan-perkataan jelek dan fanatisme serta sifat keras kepala, telah menutupi semua itu sehingga tidak lagi mampu memahami dan melihat kebenaran. Itu merupakan hukuman dari Allah di dunia sedangkan di akhirat, azab yang pedih telah menunggu mereka. Di sini muncul pertanyaan. Yaitu jika Allah SWT telah menutup hati, mata dan telinga orang-orang kafir, maka berarti mereka tidak lagi bertanggung jawab atas kekafiran mereka. Karena mereka telah dipaksa oleh Allah SWT untuk tetap dalam keadaan kafir. Untuk menjawab pertanyaan ini Al-Quran memberikan keterangan yang sangat jelas di dalam ayat 35 Surah Al-Mukmin. Kadzalika Yatba'ullah kulli qalbi mutakabbiran jabbar. Artinya: Demikianlah Allah akan menutup hati orang yang sombong dan zalim.

Juga di dalam ayat 155 Surah An-Nisa Allah berfirman: Bal taba'allah hu 'alaiha bikufrihim Artinya: Tetapi Allah menutup hati mereka karena kekafiran mereka. Sesungguhnya ayat ini menerangkan sunnatullah yang berlaku pada manusia, yaitu jika seseorang memiliki sifat takabbur, keras hati dan keras kepala dalam menghadapi kebenaran, maka alat-alat pencari pengetahuannya pun akan macet dan tak mampu bekerja lagi. Kebenaran pun akan tersembunyi baginya dan abibat buruk di dunia dan akhirat bakal menimpanya.

Beberapa hal berikut ini dapat kita ambil sebagai pelajaran yang kita simpulkan dari ayat di atas:

1) Orang yang memahami kebenaran, namun menolaknya, maka Allah akan
menutup mata hatinya sehingga akan selalu menolak kebenaran. Hal itu
merupakan ganjaran baginya.

2) Kelebihan manusia dibanding dengan hewan ialah akal dan kemampuan
berpikir dengan benar yang dimiliki oleh manusia. Tetapi kelebihan ini dapat
hilang dan musuh dengan kekafiran.

:: Ayat 6 ::


6.gif (1255 bytes)

"Orang-orang yang kafir, sama saja bagi mereka, apakah engkau memberi peringatan kepada mereka atau tidak, mereka tak akan beriman.


Setelah memperkenalkan orang-orang yang bertakwa dan bersih hati, ayat ini berbicara tentang orang-orang kafir yang memiliki sifat fanatik dan keras kepala, yang tak akan terpengaruh sedikit pun oleh jalan-jalan kebenaran dan sama sekali tak beriman kepadanya. Kafara di dalam bahasa Arab berarti menutup dan mengingkari. Kufur nikmat, berarti mengingkari nikmat dan tidak mensyukurinya. Kafir berarti orang yang menyembunyikan kebenaran dan tidak memperdulikannya.

Jika Allah SWT mau memaksa semua orang agar beriman, maka Allah mampu berbuat demikian. Namun iman yang tumbuh karena paksaan, tak memiliki nilai. Oleh karena itu Allah ingin agar manusia menumbuhkan keimanan berdasarkan kehendak sendiri. Dengan demikian maka kita tak boleh berharap semua orang beriman dan bertakwa.

Pelajaran-pelajaran yang dapat kita ambil dari ayat ini ialah seperti berikut:

1. Kufur dan fanatisme, membuat hati manusia beku dan mati, bagaikan batu
atau kayu yang bergeming menghadapi nasehat-nasehat dan petunjuk.

2. Jika seseorang tidak menerima kebenaran, maka seruan Nabi pun tak akan
berpengaruh padanya. Seruan para Nabi, bagaikan hujan yang jika turun
menyirami tanah yang memiliki kesiapan, maka tanah tersebut akan
menumbuhkan bunga. Sedangkan jika hujan tersebut turun di atas tanah yang
kering tandus dan tidak subur, maka paling-paling ia akan menumbuhkan onak
berduri dan rumput liar.

3. Meskipun kita tahu bahwa orang kafir tak akan beriman, namun kita harus
melaksanakan kewajiban kita memberikan peringatan kepadanya.

QS 1 Al Fatihah

“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”

Sejak dahulu sudah menjadi kebiasaan di kalangan umat manusia bahwa pekerjaan-pekerjaan penting selalu dimulai dengan menyebut nama para pembesar mereka untuk mendapat berkah darinya. Umpamanya, para penyembah patung atau berhala, mencari berkah dengan nama atau dengan kehadiran para kepala negara. Akan tetapi, Dzat yang lebih besar diantara segala sesuatu yang besar adalah Allah SWT dimana kehidupan segala sesuatu yang hidup ini bermula dari-Nya.

Bukan hanya kitab alam semesta, akan tetapi kitab syareat, yaitu Al-Quran dan semua kitab samawi dimulai dengan nama-Nya. Islam mengajarkan kepada kita agar pekerjaan-pekerjaan kita, yang kecil dan yang besar, makan dan minum, tidur dan bangun, bepergian dan menaiki kendaraan, berbicara dan menulis, kerja dan usaha, dan seterusnya hendaknya kita mulai dengan dengan menyebut nama Allah (Bismillah).

Jika seekor binatang disembelih tanpa menyebut nama Allah, maka kita dilarang memakan daging binatang tersebut. Kata-kata "Bismillah" tidak terbatas pada agama Islam saja. Menurut ayat-ayat Al-Quran, kapal Nabi Nuh as juga bergerak diawali dengan kalimat "Bismillah." Begitu juga surat Nabi Sulaiman as kepada Ratu Balqis. "Bismillah adalah sebuah ayat lengkap, dan bagian dari Surat Al-Fatihah.

Oleh sebab itu, Ahlul Bait Nabi SAWW tidak menyukai orang yang tidak membacanya atau membacanya dengan suara pelan di dalam salatnya. Mereka sendiri selalu membaca ayat: "bismillahirrahmanirrahim" dengan suara keras di dalam setiap salat yang mereka lakukan.

Ada beberapa hal yang dapat kita ambil sebagai pelajaran dari ayat ini. Pertama: "Bismillah" merupakan sumber berkah dan jaminan bagi setiap pekerjaan, juga merupakan tanda tawakkal kepada Allah dan permohonan bantuan dari-nya. Kedua: "Bismillah" memberi warna ketuhanan kepada setiap pekerjaan, dan menyelamatkan pekerjaan-pekerjaan manusia dari bahaya syirik dan riya. Ketiga: "Bismillah" artinya: Ya Allah aku tidak melupakan-Mu, maka janganlah Engkau melupakan aku. Keempat: Orang yang mengucapkan "Bismillah" berarti telah menggabungkan diri kepada kekuatan tak terbatas dan lautan rahmat Ilahi yang tak bertepi.



AlFatihah Ayat 2

"Segala puji hanya bagi Allah Tuhan seluruh Alam."

Setelah menyebut nama Allah, maka kalimat pertama yang kita ucapkan ialah syukur kepadanya. Allah Tuhan yang perkembangan dan kehidupan segala sesuatu di jagad raya dan alam semesta ini bersumber darinya, baik alam benda mati maupun benda hidup, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit. Dia-lah yang mengajarkan kepada lebah madu dari mana mencari makanan dan bagaimana cara membuat sarang. Dia juga mengajarkan kepada semut bagaimana menyimpan makanannya untuk musim dingin. Dia pulalah yang menumbuhkan batang-batang gandum yang penuh dengan biji-biji hanya dari sebutir gandum, juga menumbuhkan sebatang pohon apel dari sebutir biji apel.

Dia-lah yang menciptakan langit dengan kehebatan yang amat besar ini dan menetapkan garis peredaran setiap bintang dan setiap galaksinya. Dia-lah yang menciptakan kita dari setetes air yang memancar dan menumbuhkan kita di dalam perut ibu selama kurang lebih 6 hingga 9 bulan. Lalu setelah kita lahir ke dunia Dia pun menyediakan segala keperluan untuk perkembangan kita. Dia membentuk badan kita sedemikian rupa sehingga mampu mempertahankan diri dari kuman-kuman penyebab penyakit dan jika salah satu tulang tubuh kita patah atau retak, maka tubuh kita memiliki kemampuan untuk mengatasinya sedemikian rupa. Kemudian jika tubuh memerlukan darah maka secara alami ia memproduksinya untuk memenuhi keperluan tersebut.

Meski demikian, yang berada di tangan Allah bukan hanya perkembangan dan pemeliharan tubuh kita saja, karena Dia juga menciptakan akal dan perasaan untuk kita lalu mengutus para nabi dan menurunkan kitab-kitab samawi untuk membina kita.

Dari ayat ini ada satu hal yang dapat kita petik sebagai pelajaran yaitu bahwa ketergantungan kita dan seluruh alam semesta ini kepada Allah. Bukan hanya pada saat perciptaan, akan tetapi perkembangan dan keterpeliharaan kita juga datang dari-Nya. Oleh karena itu, hubungan Allah dengan segala yang maujud ini bersifat selamanya dan kekal.

Atas dasar ini pula kita harus mensyukuri nikmat-nikmat-Nya. Bukan hanya di dunia, di hari akhiratpun ucapan para penghuni surga ialah alhamdulillahi rabbil alamiin.




AlFatihah Ayat 3

"Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang."

Allah yang kita imani ialah Wujud yang penuh kasih sayang, cinta, maaf dan ampunan. Contoh-contoh rahmat dan cinta-Nya terdapat di dalam kebesaran nikmat-nikmatNya yang tak terhingga untuk kita. Bunga-bunga yang indah berbau harum, buah-buahan yang manis dan lezat rasanya, berbagai bahan makanan yang lezat dan bergizi, bahan-bahan pakaian yang beraneka warna, dan lain sebagainya adalah anugerah yang diberikan Allah kepada kita.

Kecinta seorang ibu kepada anaknya Dia tanamkan di dalam sanubari ibu kita, sedangkan Allah sendiri memiliki cinta yang jauh lebih besar daripada kecintaan ibu kepada anaknya. Kemurkaan dan siksaannya pun datang dari tindakan Allah yang bertujuan memperingatkan dan adanya perhatian Allah terhadap kita. Bukannya karena sifat dendam atau niat menuntut balas.

Oleh karena itu jika kita bertaubat dan menutupi kesalahan yang kita lakukan maka Allah pasti akan mengampuni dan menghapus kesalahan. Dari ayat ini dapat kita ambil pelajaran bahwa Allah selalu mendidik dan memelihara segala yang maujud ini dengan rahmat dan mahabbah, karena di samping sifatnya sebagai Rabbul Alamin, penguasan dan pemeliharaan semesta alam, Dia juga menyebut diri-Nya sebagai Arrahman dan Arrahim, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Oleh karena itu jika para pengajar dan pendidik ingin mendapatkan sukses, maka mereka harus bekerja berdasarkan mahabbah dan kasih sayang.

AlFatihah Ayat 4

"Pemilik hari pembalasan."

Kata-kata 'din' berarti mazhab atau agama juga berarti pembalasan. Adapun yang dimaksudkan dengan Yaumiddin ialah Hari Qiyamat yang merupakan hari perhitungan pemberian pahala dan pembalasan.

Meskipun Allah SWT adalah pemilik dan penguasa dunia sekaligus pemilik Akhirat, namun kepemilikan dan kekuasaan-Nya di hari Qiyamat memiliki bentuk yang berbeda. Di hari itu tak ada siapa pun yang menguasai sesuatu. Harta kekayaan dan anak sama sekali tidak memiliki peran. Sahabat dan kerabat tak memiliki kekuasaan apapun. Bahkan seseorang tidak memiliki kekuasaan terhadap anggota tubuhnya sendiri. Lidah tak diizinkan untuk mengucapkan permohonan ampun. Tidak pula pikiran memiliki kesempatan untuk berpikir. Hanya Allah yang memiliki kekuasaan penuh di hari itu.

Dari ayat ini terdapat beberapa hal yang dapat kita pelajara. Pertama, di samping harapakan akan rahmat Allah yang tak terbatas sebagaimana yang dipaparkan dalam ayat sebelumnya, kita juga harus merasa takut kepada perhitungan dan pembalasan hari kiamat. Kedua, dengan beriman kepada hari kiamat kita tidak perlu cemas bahwa perbuatan-perbuatan baik kita tidak akan memperoleh balasan atau pahala. Ketiga, Allah SWT Maha Mengetahui segala perbuatan baik dan buruk yang kita lakukan dan Dia Maha Mampu untuk memberikan balasan dan pahala.


AlFatihah Ayat 5

"Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada-Mu-lah kami meminta pertolongan."

Di dalam ayat-ayat yang lalu Allah telah kita kenal bahwa Dia itu Rahman dan Rahim serta Rabbul `Alamin juga Maliki Yaumiddin. Sementara oleh karena kehebatan ciptaan-Nya dan nikmat-nikmat-Nya yang tak terhitung yang Dia curahkan kepada kita, maka kita mengucapkan syukur dan pujian kepadanya dengan mengatakan Alhamdulillahi rabbil `alamin.

Sudah sepatutnyalah jika sekiranya kita menghadapkan diri kita kepadanya, dan seraya mengakui ketidakmampuan dan kelemahan kita maka kita juga mengatakan bahwa kita adalah hamba-hamba-Nya yang tulus. Kita ucapkan, Ya Allah, hanya dihadapan perintah-Mu-lah kami menundukkan kepala, bukan dihadapan perintah selain-Mu. Kami bukanlah hamba-hamba emas dan kekayaan duniawi juga bukan budak-budaknya kekuatan dan kekuasaan imperialis.

Oleh karena solat yang merupakan manifestasi ibadah dan penyembahan Tuhan ditunaikan secara berjamaah maka umat Islam satu suara di dalam satu barisan secara kompak menyatakan 'iyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta'iin' , yaitu bahwa bukan hanya aku melainkan kami semua adalah hamba-hamba-Mu dan kepada-Mulah kami memohon pertolongan. Ya Allah bahkan ibadah yang kami tunaikan ini pun adalah berkat pertolongan-Mu. Jika Engkau tidak menolong kami, niscaya kami akan menjadi hamba dan budak selain-Mu.

Kesimpulan yang dapat diambil sebagai pelajaran dari ayat ini ialah sebagai berikut:

Pertama, meskipun undang-undang yang menguasai alam materi dan formula-formula fisika dan kimia kita yakini, namun semua itu berada di bawah kekuasaan Allah dan di bawah kehendak-Nya. Karenanya, kita harus berserah diri kepada Allah, bukan kepada alam. Hanya kepada Allah kita memohon bantuan, termasuk dalam urusan materi.

Kedua, jika dalam setiap solat dengan sepenuh hati dan khusyuk kita nyatakan bahwa kita hanya menghambakan diri kepada Allah, maka kita tidak akan menjadi orang yang congkak dan takabur.


AlFatihah Ayat 6

"Tunjukilah kami jalan yang lurus"

Untuk kehidupan manusia terdapat bermacam-macam jalan. Jalan yang ditentukan sendiri oleh manusia berdasarkan keinginan dan tuntutan-tuntutan pribadi, jalan yang dilalui oleh masyarakat, jalan yang dilewati oleh orang-orang tua dan orang-orang bijak kita, jalan yang digariskan untuk masyarakat oleh para taghut dan penguasa lalim, jalan kelezatan lahiriyah duniawi, atau jalan uzlah atau pengasingan diri dari segala bentuk aktifitas sosial.

Di antara sekian banyak jalan dan berbagai cara hidup, apakah manusia tidak memerlukan petunjuk untuk dapat menemukan jalan yang lurus? Allah telah mengutus para nabi dan menurunkan kitab-kitab samawi. Dan hidayah kita terletak pada ketaatan dan kesungguhan kita dalam mentaati Rasulullah SAWW, Ahlul Bait, dan AlQuranul Karim. Oleh sebab itulah dalam setiap salat kita memohon kepada Allah agar menunjuki kita jalan-Nya yang terang dan lurus.

Jalan lurus adalah jalan tengah dan moderat. Jalan yang lurus berarti jalan keseimbangan dan kemoderatan di dalam segala urusan serta keterjauhan dari segala bentuk sifat ekstrim. Sebagian orang dalam menerima pokok-pokok akidah mengalami penyimpangan, sementara sebagian yang lain dalam amal perbuatan dan akhlak, dan yang lain menisbatkan segala perbuatan kepada Allah sehingga menurut mereka manusia tak lagi memiliki kehendak dan peran dalam menentukan nasib sendiri. Ada pula orang lain yang menganggap dirinyalah yang menentukan segala urusan dan pekerjaan sehingga menurut mereka Allah SWT tak lagi memiliki peran sama sekali.

Sebagian orang kafir menganggap para pemimpin agama Ilahi sebagai manusia biasa dan bahkan martabatnya lebih rendah lagi, sebagai orang gila, misalnya. Di lain pihak, sebagian orang yang mengaku beriman menganggap beberapa nabi seperti Nabi Isa Al-Masih as sedemikian tinggi derajatnya sehingga mencapai batas ketuhanan. Pikiran semacam ini menunjukkan penyimpang dari jalan yang lurus yang dicontohkan oleh Rasulullah SAWW dan Ahlul Bait as.

Al Qur'an Al Karim juga memerintahkan kita agar menjaga keseimbangan dan jalan tengah dalam urusan ibadah, ekonomi dan sosial. Beberapa ayat berikut ini adalah contoh yang akan kita tampilkan: Di dalam ayat 31 surat Al-A'raf, Allah SWT berfirman yang artinya:"Makan dan minumlah, akan tetapi janganlah kalian berlebihan". Di dalam ayat 110 surat Al-Isra' Allah SWT berfirman yang artinya: "Janganlah kalian meninggikan bacaan shalat kalian dan janganlah memelankannya. Carilah jalan tengah di antara keduanya". Demikian pula di dalam ayat 67 surat Al-Furqan, Allah SWT berfirman: "Dan orang-orang yang jika menafkahkan harta, tidak berlebihan dan tidak pula terlalu kikir. Mereka mengambil jalan tengah di antara keduanmya".

Islam sangat menekankan agar anak berbakti dan berlaku baik terhadap kedua orang tuanya, dan berkata, `wabil waalidaini ihsaanaa` yang artinya, "Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua". Sungguhpun demikian, Al Qur'an juga mengatakan, `falaa thuti` humaa artinya, "Jangan engkau mentaati keduanya", yaitu ketika kedua orang tua mengajak kepada perbuatan tidak baik.

Kepada orang yang mengejar ibadah dengan mengasingkan diri dari masyarakat, atau orang yang beranggapan bahwa mengabdi kepada rakyat adalah satu-satunya ibadah, Al Qur'an mengajukan shalat dan zakat secara bergandengan dalam ayatnya yang berbunyi, `aqiimush shalata wa aatuz zakaah` artinya "Dirikanlah shalat dan keluarkanlah zakat".

Kita tahu bahwa salat adalah hubungan antara makhluk dengan Khaliq. Sedangkan zakat adalah hubungan antara sesama makhluk. Orang-orang beriman yang sebenarnya adalah mereka yang memiliki dua unsur sekaligus, yaitu daya tolak dan daya tarik. Di dalam ayat terakhir surat Al-Fath, Allah SWT berfirman,

"Muhammad adalah utusan Allah. Dan orang-orang yang bersamanya bersifat keras terhadap orang-orang kafir tetapi berlemah lembut terhadap sesama".

Adapun poin yang dapat kita ambil sebagai pelajaran dari ayat ke 6 surat Al-Fatihah ini adalah sebagai berikut:

Pertama, jalan kebahagiaan adalah jalan yang lurus yaitu shirat al-mustustaqim. Karena:

- Jalan Allah yang lurus bersifat tetap, berbeda dengan jalan-jalan atau cara hidup yang dibuat oleh manusia yang setiap saat berubah-ubah.

- Jarak terpendek antara dua titik adalah garis lurus yang merupakan sebuah jalan yang tidak lebih dan sama sekali tidak memiliki belokan dan tanjakan. Sehingga dalam waktu yang sangat singkat ia akan membawa manusia sampai ke tujuan.

Kedua, dalam memilih jalan juga dalam usaha bertahan untuk tetap berada di atas jalan yang lurus, kita harus memohon pertolongan dari Allah. Karena kita selalu berada dalam ancaman kekeliruan dan kesesatan. Dan jangan dikira bahwa selama ini kita tidak pernah mengalami kesesatan dan penyimpangan dan kita pun akan selamanya berada di jalan yang lurus. Betapa banyak manusia di antara kita yang telah menghabiskan sebagian umurnya dengan iman, namun dia melupakan Allah ketika telah memperoleh kekayaan atau pangkat dan kedudukan.

Oleh karena pengenalan jalan yang lurus adalah pekerjaan yang sulit, maka ayat selanjutnya selain menampilkan para teladan bagi kita agar dapat mencontoh mereka dalam rangka menemukan jalan yang lurus ini, juga menampilkan orang-orang yang menyimpang dari jalan ini agar kita tidak tersesat seperti mereka.


AlFatihah Ayat 7

"

"Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat".

Dalam memilih jalan kehidupan, manusia terbagi menjadi tiga golongan. Golongan pertama ialah orang-orang yang memilih jalan Allah, dan meletakkan kehidupan pribadi dan masyarakat mereka di atas dasar undang-undang dan perintah-perintah yang telah Allah jelaskan di dalam Kitab-Nya. Golongan ini selalu tercakup oleh rahmat dan nikmat Ilahi yang khusus.

Golongan kedua berada di dalam keadaan yang berlawanan dengan golongan pertama. Mereka ini meskipun mengetahui adanya kebenaran, namun tetap saja menolak Allah bahkan lari menuju kepada selain-Nya. Mereka ini lebih mengutamakan hawa nafsu mereka, hasrat buruk orang-orang dekat dan keluarga serta masyarakat mereka daripada keinginan dan kehendak Allah SWT.

Kelompok ini secara perlahan memperlihatkan akibat-akibat perbuatan dan perilaku mereka di dalam keberadaan mereka. Sedikit demi sedikit mereka menjauh dari shirath al-mustaqhim dan bukan menuju ke arah rahmat Allah SWT dan rahmat-Nya. Mereka terpelosok masuk ke jurang kesengsaraan dan kesusahan serta menjadi sasaran kemurkaan dan kemarahan Ilahi yang disebut oleh ayat ini sebagai orang yang `maghdluubi 'alaihim`, orang-orang yang dimurkai.

Sementara itu, kelompok ketiga ialah orang-orang yang tidak memiliki jalan yang jelas dan tertentu. Mereka ini disebut sebagai orang-orang yang bingung dan tidak mengetahui. Di dalam ayat ini, mereka disebut sebagai `dlollin`, atau orang-orang yang sesat.

Dalam setiap salat kita mengatakan, `ihdinash shiraathal mustaqiim`, yang artinya, "Ya Allah tunjukilah kami jalan yang lurus". Jalan yang dilalui oleh para Nabi, auliya', orang-orang suci dan orang-orang yang lurus. Mereka yang selalu berada di bawah curahan rahmat dan nikmat-nikmat khusus-Mu. Dan jauhkanlah kami dari jalan orang-orang yang telah menyimpang dari kemanusiaan dan menjadi sasaran kemurkaan-Mu, juga dari jalan orang-orang yang kebingungan dan sesat.

Siapakah orang-orang yang sesat itu? Di dalam Al Qur'an banyak kelompok dan kaum yang disebut dengan sebutan di atas. Di sini kita akan menyinggung salah satu contohnya yang jelas dan nyata.

Al Qur'an menyebut Bani Israil, yang sejarah kehidupan mereka berada di bawah kekuasaan Fir'aun hingga mereka diselamatkan oleh Nabi Musa AS, sebagai umat yang pernah memperoleh rahmat dan anugerah Allah yang tak terhingga berkat ketaatan mereka kepada perintah-perintah-Nya. Bahkan Allah SWT telah melebihkan mereka dari segenap bangsa di atas muka bumi. Hal ini dapat kita baca dalam ayat 47 surat Al-Baqarah yang artinya:

"Wahai Bani Israil, ingatlah nikmat-Ku yang ku berikan kepada kalian dan bahwa Aku telah mengutamakan kalian di atas segenap penghuni alam".

Akan tetapi karena perbuatan dan tingkah mereka di kemudian hari, maka Bani Israil ini juga ditimpa murka Ilahi. Dalam hal ini Allah SWT berfirman,

`Wa baauu bi ghadlabin minallaah`. Artinya, "Merekapun ditimpa murka Allah". Karena para pemuka agama Yahudi suka mengubah-ubah ajaran-ajaran samawi di dalam kitab Taurat, `yuharriful kalima 'an mawaadli'ihi`. Selain itu, mereka juga suka memakan uang hasil riba dan perbuatan-perbuatan haram lainnya, `wa aklihimur riba` .

Kemudian, masyarakat umum Yahudi pun di kemudian harinya juga suka memburu kesenangan duniawi dan terbuai oleh kemewahan hidup sehingga mereka enggan berjuang membela agama dan tanah air. Karenanya, ketika Nabi Musa as mengajak mereka untuk berjuang mengusir penjajah dari tanah air mereka, mereka berkata, “Idzhab anta wa rabbuka faqaatilaa innaa hahunaa qoo'iduun”, artinya, “Pergilah kamu dan Tuhanmu untuk berperang, sedangkan kami akan menunggu di sini”.

Orang-orang yang tergolong baik diantara umat Yahudi ini juga diam tanpa berbuat sesuatu saat menyaksikan penyimpangan dan kesesatan ini. Akibatnya, kaum ini juga terperosok ke dalam jurang kehinaan padahal sebelumnya mereka berada di puncak kemuliaan

Beberapa hal berikut ini dapat kita jadikan sebagai pelajaran dari ayat yang telah kita pelajari ini.

Pertama, dalam memilih jalan yang lurus, kita memerlukan teladan yang telah disebutkan oleh Allah di dalam ayat 69 surat An-Nisa', yaitu para Nabi, shiddiqiin (orang-orang yang mengakui kebenaran), syuhada' dan sholihin. Mereka adalah orang-orang yang selalu mendapatkan rahmat, inayah, dan nikmat-nikmat Allah SWT.

Kedua, meskipun segala sesuatu yang datang dari Allah SWT merupakan nikmat, namun kemurkaan Alah akan datang menimpa kita jika maksiat kita lakukan. Oleh karena itu, berkenaan dengan nikmat Ilahi, Al Qur'an mengatakan, `an'amta` artinya, "Engkau telah memberi nikmat". Namun, ketika berbicara tentang kemurkaan Al Qur'an tidak mengatakan `ghadlibta` yang artinya, "Engkau telah murka", melainkan mengatakan `maghdlubi alaihim`. Kata-kata `maghdlubi alaihim adalah sifat yang menunjukkan lebih kekalnya kemurkaan tersebut.












5.gif (1124 bytes)

Artinya: Mereka itulah orang-orang yang berada di atas petunjuk Tuhan mereka dan merekalah orang-orang yang beruntung.

Ayat ini menerangkan akibat yang sangat mulia dan menyenangkan bagi orang-orang yang bertakwa, yang telah mencapai kebahagiaan tersebut karena mereka menerima petunjuk Allah dan selalu berjalan di atas petunjuk tersebut. Kemenangan berarti kebebasan dari hawa nafsu sekaligus peningkatan dan pengembangan keutamaan-keutamaan akhlak.

Di dalam bahasa Arab, petani disebut Fallah yang pada asalnya berarti orang yang menang. Kata-kata ini yaitu Fallah, memiliki akar kata yang sama dengan kata Muflihun di dalam ayat ke lima Surah Al-Baqarah ini. Karena dengan pekerjaannnya petani menyediakan lahan untuk tumbuhnya benih dari dalam tanah sehingga dapat berkembang baik. Kemenangan adalah tingkat tertinggi tahap kesempurnaan manusia, karena sesuai dengan ayat Al-Quran, bumi ini di ciptakan untuk manusia dan manusia untuk beribadat. Sedangkan ibadah untuk mencapai ketakwaan. Ayat ini mengatakan bahwa orang-orang yang bertakwa akan mencapai kemenangan.

Ayat ini mengajarkan kepada kita:

1) Jalan mencapai kebahagiaan dan kemuliaan adalah dengan menerima hidayah Ilahi.

2) Kemenangan tak akan diperoleh tanpa usaha. Untuk mencapainya diperlukan ilmu dan iman, serta amal baik. Saudara sekalian, kini marilah kita pelajari pula ayat ke 6 Surah Al-Baqarah. Sebelumnya kita dengar bacaan ayat tersebut:

QS 2 ayat 4 HARI KIAMAT

4.gif (1458 bytes)

"Dan orang-orang yang beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu dan yang telah diturunkan sebelummu, dan mereka meyakini akan hari kiamat."

Wahyu adalah salah satu jalan untuk mencapai pengetahuan, dimana orang yang bertakwa beriman kepadanya. Sebagaimana yang telah kami katakan sebelumnya, jalan pengetahuan manusia tidak terbatas pada indera, dan bahwa terdapat suatu alam di balik alam materi ini yang telah dibuktikan keberadaannya oleh akal. Namun akal tak mampu mengetahui alam tersebut secara terperinci.

Untuk itulah, dengan menurunkan wahyu, Allah SWT telah semakin menyempurnakan pengetahuan kita. Akal mengatakan bahwa Tuhan yang kita sebut Allah itu ada dan nyata. Akan tetapi wahyu, menjelaskan sifat-sifat dan kekhususan-kekhususan Allah kepada kita. Akal mengatakan bahwa ... pengadilan harus ditegakkan untuk memberikan hukuman dan pahala kepada setiap manusia. Dan wahyu mengatakan bahwa ... alam akhirat yang memiliki ciri-ciri semacam itu. Dengan demikian akal dan wahyu saling menyempurnakan dan orang-orang beriman menggunakan keduanya sebagai perantara mencapai pengetahuan yang benar dan sempurna. Wahyu bukan sesuatu yang khusus bagi Nabi kita saja. Nabi-nabi dan Rasul-rasul lain sebelum beliau pun menerima wahyu dan diajak berbicara oleh Allah SWT.

Dengan demikian orang-orang yang bertakwa, tak akan berkeras kepala menolak keberadaan para Rasul sebelumnya dan hanya menerima kerasulan Nabi Muhammad SAW. Mereka menyakini seluruh Nabi dan Rasul Ilahi serta segala sesuatu yang telah diwahyukan kepada mereka. Alam akhirat adalah alam gaib yang hanya dapat dikenali dengan baik dan benar melalui wahyu. Oleh karena itu orang-orang yang beriman meyakini keberadaan hari kiamat dan kehidupan akhirat berdasarkan Al-Quran. Mereka tidak menganggap bahwa kematian adalah akhir kehidupannya.

Berikut beberapa poin penting yang dapat kita ambil sebagai pelajaran dari ayat ini:

1) Semua Nabi memiliki tujuan yang sama, oleh karena itu kita semua harus mengimani seluruh Kitab-kitab Samawi.

2) Umat Islam adalah pewaris kitab-kitab samawi sebelum Al-Quran. Oleh sebab itu mereka pun mesti berusaha menjaganya pula.

3) Keyakinan akan hari kiamat, mendatangkan manfaat yang amat banyak. Ia membuat dunia ini menjadi kecil di mata manusia, menjaga manusia dari perbuatan dosa dan memberi arah serta tujuan yang benar pada perbuatan-perbuatan manusia.

QS 2 ayat 3

3.gif (1227 bytes)

"Yaitu orang-orang yang beriman kepada yang gaib dan mendirikan solat, serta mendirikan solat, serta menafkahkan sebagian dari rizki yang kami berikan kepada mereka."

Al-Quran membagi alam wujud menjadi dua bagian, yaitu alam gaib yang tak terjangkau oleh indera kita, dan alam nyata yang dapat kita raba dan kita ketahui keberadaannya melalui indera. Sebagian orang hanya mau menerima dan meyakini keberadaan hal-hal yang dapat mereka lihat dan mereka dengar serta mereka tangkap dengan salah satu dari panca indera mereka. Mereka ingin memahami segala sesuatu hanya melalui indera mereka. Padahal indera manusia sangat terbatas dan tidak mampu menjangkau segala sesuatu yang ada.

Umpamanya, daya teknik yang merupakan salah satu ciri khas benda-benda materi, tidak dapat ditangkap dengan indera. Akan tetapi kita mengetahui keberadaannya melalui peristiwa jatuhnya benda-benda ke bawah yaitu ke bumi. Jadi pengetahuan kita akan
keberadaan kekuatan atau daya tarik ini, datang melalui akibat-akibat yang ditimbulkannya, bukan dengan menangkap esensi daya tarik itu sendiri. Sebagian orang berkeinginan melihat Allah SWT dengan mata mereka.

Hal itu sebagaimana Bani Israel yang berkata kepada Nabi Musa 'alaihissalam; Artinya: "Kami tidak akan beriman kepadamu kecuali jika kami dapat melihat Allah dengan terang." Padahal Allah SWT bukan jisim, sehingga dapat dilihat. Akan tetapi kita dapat memastikan, dan meyakini alam gaib, yaitu wujud Allah, para malaikat, dan alam akhirat, yang semuanya itu tak terjangkau oleh indera lahir manusia. Tentu saja, iman adalah tingkat yang lebih tinggi dari pada ilmu dan pengetahuan. Suatu tahap dimana hati dan jiwa manusia juga menyaksikan adanya wujud sesuatu, menjalin hubungan dengannya dan mencintainya. Jelas sekali bahwa iman dan keyakinan seperti ini juga akan melahirkan perbuatan-perbuatan baik pada diri manusia. Dan pada prinsipnya, menurut pandangan Islam, Iman tanpa amal, dan keyakinan semata-mata, tidak akan membawa manusia ke arah kesempurnaan.

Ayat ini mengatakan, orang-orang yang bertakwa selain orang-orang yang beriman kepada yang gaib, juga merupakan orang-orang yang mendirikan solat dan menunaikan zakat. Dengan solat yang merupakan Dzikrullah, mereka memenuhi tuntutan-tuntutan ruhani dan jiwa mereka. Dengan itu mereka akan dapat memenuhi tuntutan-tuntutan masyarakat, sehingga rakyat pun dapat merasakan kesejahteraan hidup sekedarnya. Sesungguhnya solat saja dengan sendirnya tidaklah cukup. Seseorang hendaklah menegakkan solat, juga mengajak orang lain untuk menegakkan solat. Hendaknya solat
dilakukan di awal waktu, juga di dalam masjid dengan berjamaah.

Dengan demikian solat akan mendatangkan manfaat di dalam masyarakat dan merupakan kedudukan yang sebenarnya. Berkenaan dengan masalah sedekah pun, Islam tidak menganjurkan pemberian bantuan-bantuan material saja lalu selesai. Akan tetapi yang ditegaskan di dalam Al-Quran untuk diberkan kepada orang lain ialah "Mim Ma Razaqna". Yaitu apa saja yang telah Allah berikan, meliputi kekayaan harta, kekuatan, kekuasaan, ilmu pengetahuan, dan segala fasilitas, kelebihan yang merupakan pemberian Allah SWT.

Kini marilah kita lihat sekilas hal-hal yang dapat kita ambil sebagai pelajaran dari kalam Ilahi ini:

1) Alam wujud, tak terbatas pada alam materi. Terdapat hal-hal yang memiliki wujud, tetapi tak terjangkau oleh indera kita. Namun akal dan hati kita dapat membuktikan wujud mereka itu. Dengan demikian kita harus menyakini keberadaan hal-hal tersebut.

2) Iman tak terpisahkan dari amal perbuatan, dan orang yang beriman adalah orang yang selalu beramal soleh, sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah SWT.

3) Solat adalah amalan terpenting bagi manusia beriman.

4) Segala apa yang kita miliki adalah dari Allah, dengan demikian sebagian darinya mestilah kita berikan kepada orang lain yang memerlukan. Allah pun akan memberikan gantinya baik di dunia maupun di akhirat.

5) Islam adalah agama yang lengkap dan diturunkan untuk mengatur kehidupan masyarakat. Islam mengatur hubungan dengan manusia dan manusia dengan masyarakatnya